Jumat, 19 Agustus 2011

Kisah Sebuah Pernikahan

“Sedikit Renungan cerita buat kita yang banyak hikmahnya jika kita mau mengkajinya”
Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku
menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru.
Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satu pun sanak saudara yang menemaniku ke
tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang
perkawinanku.Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari,
“Jadi juga kau nikah sama buntelan karung hitam’ itu ….?!?” Duh……, hatiku sempat
kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut ‘buntelan karung hitam’.
“Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut
dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi
dibanding kamu !!” sambung ibu lagi.
“Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah.
Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu…?” Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan
ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.
“Oh…. rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah
Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di
tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!”
DEGG !!!!
“Yanto…. jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba,” teguran Ismail
membuyarkan lamunanku.
Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
“Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah …akhi,” sekali lagi Ismail memberi
semangat padaku.
“Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas
kawin seperangkat alat sholat tunai !” Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad
nikah.
“Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain.”
Di kamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.Memandangi
istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam,
akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.
“Assalamu’alaikum …. permintaan hafalan Qur’annya mau di cek kapan De’…?”
tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya.
26
Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar
aku membacakan hafalan Qur’an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui.
“Nanti saja dalam qiyamullail,” jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti
ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk
melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku ‘tidak menarik’.
Sekelebat pikiran itu muncul ….dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
“Bang, sudah saya katakan sejak awal ta’aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau
Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya,
mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti
keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima
sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah
yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan
mereka,” …
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu
tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak.”(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekatlekat.
Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu.
Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi
dalam sejarah.
“Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih
sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya
dengan segenap hati yang ikhlas.”
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku.
Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.
“Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh… saya siap
menerima keputusan apapun yang terburuk,” ucapnya lagi.
“Tidak…De’. Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah
teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot
untuk tak datang tadi pagi,” paparku sambil menggenggam erat tangannya.
Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do’a
kubentangkan pada Nya.
“Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta
buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku
ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa
27
cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku
dengan-Mu dalam Jannah-Mu !”
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah
istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya.
Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malammalamnya
dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah
Rasul Nya.
“…dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingantandingan
selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah …” (QS. al-
Baqarah:165)
=========================================
Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka
muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih

Kekuatan Maaf Rasulullah SAW

Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke
Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Segala
persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya, dan ia pun sudah masuk ke kota
suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majlis
Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala
Tsumamah datang, Umar bin Khattab ra. yang melihat gelagat buruk pada penampilannya
menghadang.
Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang
musyrik?”
Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku datang ke negeri ini hanya
untuk membunuh Muhammad!”.
Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah
tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar
berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah
mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada
Rasulullah.
Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu.
Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian
berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya
makan?”.
Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar
yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak
percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah. Maka Umar memberanikan diri
bertanya, “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin
membunuh bukan ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan
Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, dan buka tali
pengikat orang itu”.
Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi
minum Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illa-
Llah (Tiada ilah selain Allah).” Si musyrik itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan
mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain
Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.” Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras,
“Aku tidak akan mengucapkannya!”
Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang
yang tak tahu untung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi.
Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya. Tetapi belum
berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia
berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muahammad Rasul Allah.”
21
Rasulullah tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika
aku memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika
masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena
takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena
mengharap keredhaan Allah Robbul Alamin.”
Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota
Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota
itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”
Sahabat………..
Apakah kita pengikut ajaran beliau?
Tetapi sejauh mana kita bisa memaafkan kesalahan orang? Seberapa besar kita
mencintai sesama? kalau tidak, kita perlu menanyakan kembali ikrar kita yang pernah
kita ucapkan sebagai tanda kita pengikut beliau…
Sungguh, beliau adalah contoh yang sempurna sebagai seorang manusia biasa. beliau
adalah Nabi terbesar, beliau juga adalah Suami yang sempurna, Bapak yang sempurna,
pimpinan yang sempurna, teman dan sahabat yang sempurna, tetangga yang
sempurna. maka tidak salah kalau Allah mengatakan bahwa Beliau adalah teladan
yang sempurna.
Semoga Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, junjungan dan teladan
kita yang oleh Allah telah diciptakan sebagai contoh manusia yang sempurna.
Salam ’alaika ya Rasulullah………
Semoga Bermanfaat….

Memohon Nafkah

Fadlan datang kepada seorang kyai di kampungnya. Ia merasa bingung. Sudah banyak
cara telah ia tempuh, namun rezeki masih tetap sulit ia cari.
Kata orang, rezeki itu bisa datang sendiri, apalagi kalau sudah menikah. Buktinya,
sudah 3 tahun ia menikah dan dikarunia dua orang anak, ia masih tetap hidup luntang-lantung
tak menentu.
Benar, keluarganya tidak pernah kelaparan sebab tidak ada makanan. Namun kalau
terus-terusan hidup kepepet dan tidak punya pekerjaan, rasanya tidak ada kebanggaan diri.
Ia pun datang kepada Kyai Ahmad untuk minta sumbang saran. Kalau boleh sekaligus
minta do’a dan pekerjaan darinya. Terus terang, ia sendiri kagum dengan sosok Kyai Ahmad
yang amat bersahaja. Tidak banyak yang ia kerjakan, namun dengan anak 9 orang, sepertinya
mustahil bila ia tidak pusing memikirkan nafkah keluarga. Tapi nyatanya, sampai sekarang
Kyai Ahmad tetap sumringah di mata Fadlan. Tidak pernah ia lihat Kyai Ahmad bermuka
muram seperti dirinya. Makanya hari itu, Fadlan datang untuk meminta nasehat kyai tersebut.
“Hidup ini adalah adegan. Kita hanya wayang, sementara dalangnya adalah Gusti
Allah! Jadi, manusia itu hidup karena disuruh ‘manggung’ oleh Dalangnya!” Kyai Ahmad
membuka penjelasan dengan sebuah ilustrasi ringan.
“Gak mungkin… kalau wayang itu manggung sendiri. Pasti, ia dimainkan oleh
Dalang. Sementara selama di panggung, pasti Dalang akan memperhatikan nasib wayang itu!
Begitu juga manusia… gak mungkin dia hidup di dunia, tanpa diperhatikan segala
kebutuhannya oleh Gusti Allah! Sudah paham belum kamu, Fadhlan?!” Kyai Ahmad
mengakhiri penjelasannya dengan sebuah pertanyaan.
“Tapi pak kyai…, kalau Gusti Allah benar menjamin hidup hamba-Nya… kenapa
hidup saya seperti sia-sia begini ya… nyari nafkah saja kok susah!” Fadlan menyampaikan
keluhnya.
“Oh… itu karena kamu belum datang kepada Gusti Allah. Kalau kamu datang kepada
Gusti Allah, hidupmu gak bakal sia-sia!” Kyai Ahmad menambahkan.
Fadhlan belum mengerti betul apa maksud sebenarnya dari kata ‘datang kepada
Allah’, ia pun menanyakan gambaran kongkrit tentang hal itu kepada Kyai Ahmad.
Dengan santai Kyai Ahmad menjelaskan, “Fadlan…, semua masalah di dunia ini
bakal selesai asal kita datang kepada Allah. Banyak di dunia ini orang yang bermasalah,
punya hutang segunung, rezeki sulit, ditimpa berbagai macam penyakit, kemiskinan,
kelaparan dan lain-lain… Itu disebabkan karena mereka tidak datang kepada Allah. Kalau
saja mereka datang kepada Allah, maka segala masalah mereka terselesaikan!”
“Apakah hanya sesederhana itu, pak Kyai?” Fadlan bertanya dengan nada penasaran.
“Ya, hanya sesederhana itu!” Pak kyai menegaskan.
11
Pak Kyai bercerita, “Pernah terjadi di Rusia di sebuah negeri yang terkenal atheis,
seorang pria pergi ke tukang cukur. Saat rambutnya dicukur, ia terserang kantuk. Kepalanya
mulai mengangguk-angguk karena kantuk. Tukang cukur merasa kesal, namun untuk
membangunkan pelanggannya, si tukang cukur mulai bicara:
‘Pak, apakah bapak termasuk orang yang percaya tentang adanya Tuhan?’
Pelanggan menjawab, ‘Ya, saya percaya adanya Tuhan!’
Agar pembicaraan tak terhenti, si tukang cukur menimpali,
‘Saya termasuk orang yang tidak percaya kepada Tuhan!’
‘Apa alasanmu?’ pelanggan melempar tanya.
‘Kalau benar di dunia ini ada Tuhan, dan sifat-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, menurut saya tidak mungkin di dunia ada orang yang punya banyak masalah,
terlilit hutang, terserang penyakit, kelaparan, kemiskinan dan lain-lain. Ini khan bukti
sederhana bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan!’ tukang cukur berbicara dengan cukup
lantang.
Si pelanggan terdiam. Dalam hati, ia berpikir keras mencari jawaban. Namun sayang,
sampai cukuran selesai pun ia tetap tidak menemukan jawaban. Maka pembicaraan pun
terhenti. Sementara si tukang cukur tersenyum sinis, seolah ia telah memenangkan
perdebatan.
Akhirnya, saat cukuran itu selesai, si pelanggan bangkit dari kursi dan ia berikan
ongkos yang cukup atas jasa cukuran. Tak lupa, ia berterima kasih dan pamit untuk
meninggalkan tempat. Namun dalam langkahnya, ia masih tetap mencari jawaban atas
perdebatan kecil yang baru ia jalani.
Saat berdiri di depan pintu barber shop, ia tarik tungkai pintu kemudian hendak
melangkahkan kakinya keluar…. saat itu Allah Swt mengirimkan jawaban padanya.
Matanya tertumbuk pada seorang pria gila yang berparas awut-awutan. Rambut
panjang tak terurus, janggut lebat berantakan.
Demi melihat hal sedemikian, pintu barber shop yang tadi telah ia buka maka ditutup
kembali. Ia pun datang lagi kepada tukang cukur dan berkata, ‘Pak, menurut saya yang tidak
ada di dunia ini adalah TUKANG CUKUR!’ Merasa aneh dengan pernyataan itu, tukang
cukur balik bertanya, ‘Bagaimana bisa Anda berkata demikian. Padahal baru saja rambut
Anda saya pangkas!’
‘Begini pak, di jalan saya dapati ada orang yang kurang waras. Rambutnya panjang
tak terurus, janggutnya pun lebat berantakan. Kalau benar di dunia ini ada tukang cukur,
rasanya tidak mungkin ada pria yang berperawakan seperti itu!’ si pelanggan menyampaikan
penjelasannya.
Tukang cukur tersenyum, sejenak kemudian dengan enteng ia berkata, ‘Pak… bukan
Tukang Cukur yang tidak ada di dunia ini. Masalah sebenarnya adalah pria gila yang Anda
12
ceritakan tidak mau hadir dan datang ke sini, ke tempat saya… Andai dia datang, maka
rambut dan janggutnya akan saya rapihkan sehingga ia tidak berperawakan sedemikian!’
Tiba-tiba si pelanggan meledakkan suara, ‘Naaaahhhh…. itu dia jawabannya.
Rupanya Anda juga telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang Anda lontarkan!’ ‘Apa
maksudmu?’ si tukang cukur tidak mengerti dengan pernyataan pelanggannya.
‘Anda khan bilang bahwa di dunia ini banyak manusia yang punya masalah. Kalau
saja mereka datang kepada Tuhan, pastilah masalah mereka akan terselesaikan. Persis sama
kejadiannya bila pria gila tadi datang kemari dan mencukurkan rambutnya kepada Anda!’”
Kyai Ahmad mengakhiri kisah yang ia sampaikan. Terlihat Fadlan menganggukkan
kepala tanda mengerti.
“Jadi…, kamu hanya tinggal memohon saja apa yang kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti
Allah bakal berikan apa yang kamu pinta!” Kyai Ahmad berkata memberi garansi.
Fadlan sudah mulai yakin, tapi ia masih mengejar dengan satu pertanyaan, “Pak Kyai,
saya sudah niat untuk datang dan semakin mengakrabkan diri kepada Allah. Tapi bagaimana
caranya ya pak Kyai agar saya bisa memohon nafkah yang cukup kepada Allah?”
Kemudian Pak Kyai membacakan ayat dalam Al Qur’an:
“Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan
kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan.
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke
dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang
hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau
beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. QS. Ali Imran : 26-27
“Bacalah ayat itu sesering mungkin dan perbanyak doa memohon nafkah serta rezeki yang
halal dari Allah Swt. Yakinlah bahwa Allah Swt akan senantiasa menjamin penghidupanmu
dan keluarga!” Kyai Ahmad mengakhiri pembicaraan dengan memberi pesan.
Usai pembicaraan dengan Kyai Ahmad, Fadlan merasa yakin bila dirinya hendak mencari
nafkah, maka cara termudah yang dapat ia kerjakan hanyalah dengan ‘Datang dan Memohon
kepada Pemilik Nafkah!’
Fadlan telah meyakini hal ini.
Bagaimana dengan Anda?